"Disanalah sejarah itu bermula, di Pussuk buhit si Raja Batak sang leluhur, meniti adat - istiadat turun temurun"
Batak, suku dengan jumlah terbanyak di Sumatera Utara yang secara historis diyakini berasal dari pulau Samosir tano debata. Suku batak dibagi kedalam beberapa etnis berbeda yakni Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, Pakpak, dan Angkola. Uniknya, setiap etnis memiliki bahasa, pakaian adat, rumah adat, upacara tradisional yang berbeda antara satu etnis dengan yang lainnya.
Satu hal yang paling umum dan dapat dijumpai disetiap etnis batak adalah sebuah prinsip atau pedoman hidup yang dijunjung tinggi oleh suku batak yakni "Tungku Nan Tiga"
Di kehidupan sehari-hari, tungku pada masyarakat batak biasanya terbuat dari 3 buah batu penyangga yang letaknya diatur berdekatan sehingga membentuk segitiga sama sisi, tujuannya adalah agar Periuk tempat menanak nasi tersebut aman dan tidak oleng bila tengah dipakai.
Prinsip Tungku Nan Tiga terdiri dari3 bagian, yakni:
Satu hal yang paling umum dan dapat dijumpai disetiap etnis batak adalah sebuah prinsip atau pedoman hidup yang dijunjung tinggi oleh suku batak yakni "Tungku Nan Tiga"
Di kehidupan sehari-hari, tungku pada masyarakat batak biasanya terbuat dari 3 buah batu penyangga yang letaknya diatur berdekatan sehingga membentuk segitiga sama sisi, tujuannya adalah agar Periuk tempat menanak nasi tersebut aman dan tidak oleng bila tengah dipakai.
Prinsip Tungku Nan Tiga terdiri dari3 bagian, yakni:
1.Somba Marhula-Hula
Somba dalam bahasa Indonesia artinya sujud, sembah, atau mengagungkan. Hula-hula adalah sebuah sistem kekerabatan tradisional batak, yakni semua saudara laki-laki baik yang sudah tua maupun yang masih muda dari sang isteri. Masyarakat batak mempercayai bahwa Hula-Hula memiliki kekuatan spiritual, sosok perpanjangan tangan dari Tuhan yang dianggap mampu menyalurkan berkat kepada boru. Disetiap upacara adat batak kehadirannya sangatlah penting, bahkan bila tak seorangpun hula-hula hadir,otomatis upacara adat tersebut akan dihentikan.
2.Manat Mardongan Tubu
Manat dalam bahasa Indonesia berarti bersikap baik. Dongan tubu adalah setiap orang yang memiliki persamaan marga. Jadi secara harfiah Manat Mardongan Tubu memiliki makna bersikap baik kepada saudara semarga.
3. Elek Marboru
Elek dalam bahasa Indonesia berarti lemah lembut. Boru adalah istilah kekerabatan tradisional batak yang artinya putri, sedangkan awalan mar- menerangkan kepemilikan. Dikatakan marboru apabila pihak lelaki memiliki putri, uniknya dalam upacara perkawinan batak, suami dan sang boru akan tetap dipanggil dengan sebutan parboru.
Ketiga unsur prinsip Tungku Nan Tiga bertujuan untuk menjaga proses interaksi agar tetap menjunjung tinggi adat-istiadat, menciptakan saling pengertian dan pemahaman, tenggang rasa,meningkatkan rasa persaudaraan, dan mengikat rasa kekeluargaan pada masyarakat batak.
Komponen Tungku Nan Tiga yang terdiri dari hula-hula, dongan tubu, dan boru bukanlah bersifat permanen atau tetap. Komponen ini akan berubah sesuai dengan upacara adat atau sistem kekerabatannya dengan pihak keluarga lain. Hula-hula tidak serta-merta selamanya akan menjadi hula-hula, ia bisa berubah posisi menjadi boru atau dongan tubu. begitu juga dengan yang lainnya suatu ketika pasti akan berubah fungsi.
Komponen Tungku Nan Tiga yang terdiri dari hula-hula, dongan tubu, dan boru bukanlah bersifat permanen atau tetap. Komponen ini akan berubah sesuai dengan upacara adat atau sistem kekerabatannya dengan pihak keluarga lain. Hula-hula tidak serta-merta selamanya akan menjadi hula-hula, ia bisa berubah posisi menjadi boru atau dongan tubu. begitu juga dengan yang lainnya suatu ketika pasti akan berubah fungsi.
Prinsip Tungku Nan Tiga memiliki penyebutan yang berbeda disetiap etnis batak.
Etnis toba, mandailing dan angkola mengenalnya dengan istilah "Dalihan Na Tolu", etnis karo dengan istilah "Daliken Si Telu", etnis pakpak dengan istilah "Dalikan Si Tellu", sedangkan etnis simalungun menyebutnya dengan istilah "Tolu Sahundulan". Meskipun memiliki penamaan yang berbeda, namun sistem, unsur dan fungsinya disetiap etnis suku batak tetaplah sama.
Etnis toba, mandailing dan angkola mengenalnya dengan istilah "Dalihan Na Tolu", etnis karo dengan istilah "Daliken Si Telu", etnis pakpak dengan istilah "Dalikan Si Tellu", sedangkan etnis simalungun menyebutnya dengan istilah "Tolu Sahundulan". Meskipun memiliki penamaan yang berbeda, namun sistem, unsur dan fungsinya disetiap etnis suku batak tetaplah sama.
Prinsip "Tungku Nan Tiga" yang dipegang teguh oleh suku batak ini, perwujudannya dapat dilihat di sebuah daerah tujuan wisata danau toba yang dikenal luas oleh masyarakat bernama Batu Guru. Penduduk setempat sangat mensakralkan objek wisata ini. Lokasinya berada persis di kawasan danau toba, secara administratif terletak di desa Pangaloan, kecamatan Nainggolan, kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
Sebuah batu berusia ribuan tahun dengan ukuran diameter sekitar 50 m dan tinggi sekitar 5 m, disangga 3 buah batu yang ukurannya lebih kecil. Batu besar tersebut memiliki filosofi, tujuan dan makna dari Tungku Nan Tiga sedangkan ketiga batu penyangga difilosofikan sebagai unsur utama Tungku Nan Tiga yakni: hula-hula, dongan tubu, dan boru.
0 komentar:
Posting Komentar